DRAMATURGI
DARI BANGKU SEKOLAH
.....HINGGA
ISTANA NEGARA
Begitu banyak macam realitas kehidupan yang tertoreh dalam
bentuk karya sastra. Ketika menemukan peristiwa yang memilukan, pengalaman yang
menggelitik, kejadian nan unik atau eksentrik, dan hal-hal baru yang menggigit,
pengarang mengeksplorasi semuanya itu dalam bentuk karya sastra.
Sajak atau puisi merupakan suatu imajinasi yang
diungkapakan oleh pengarangnya. Bagaimana seseorang tersebut menggambarkan
suatu kejadian, bagaimana seseorang tersebut mengungkapkan segala isi hatinya,
bagaimana seseorang tersebut melukiskan sosok dirinya, dan sebagainya.
Karya sastra sajak atau puisi adalah satu dari sekian
banyak karya sastra yang cukup menarik untuk dipelajari. Di dalam karya sastra
puisi terdapat unsur – unsur yang harus dipelajari dan dipahami, yaitu unsur
intrisik dan ekstrinsik.
Sebagai contoh, Sajak
Palsu karya Agus R. Sarjono. Bagaimana penyair ini memotret kehidupan
masyarakat bangsa ini yang penuh kepura-puraan dan kepalsuan. Bahwa kehidupan
seperti itu setiap saat kita saksikan, lalu siapa yang mereflesikan peristiwa
itu ke dalam sebuah puisi yang lalu diberi judul “Sajak Palsu”? gagasan kehidupan yang penuh kepalsuan dan kemudian
mengungkapkannya lewat puisi dengan penyajian yang ringan, terkesan berseloroh,
tetapi justru mengangkat sebuah persoalan besar yang menyangkut kehidupan bangsa.
Dalam hal inilah “Sajak Palsu”
memperlihatkan orisinalitasnya yang khas dari gagasan penyairnya.
Perhatikan kutipan larik puisi berikut.
“Masa sekolah
demi
masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai
ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli
pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian
menjadi guru, ilmuwan
atau
seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan
ekonomi palsu sebagai panglima palsu.”
Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana kepalsuan dan kepura-puraan
terbentuk dalam konsep Dramaturgi, di mana setiap peran yang disebutkan di
atas, yaitu guru di sekolah, ekonom, ahli hukum, petani, insinyur, seniman,
ilmuan dan panglima palsu. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep
Dramaturgis, manusia akan menggambarkan perilaku-perilaku yang mendukung
perannya tersebut.
Perhatikan kutipan larik puisi berikut.
“Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka
ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk
menyerahkan amplop berisi perhatian
dan
rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan
membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan
bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk
mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai
palsu yang baru.”
Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana konsep Dramaturgi
terbentuk antara Guru dan Orang tua murid. Pada saat di kelas, seorang guru
berperan sebagai pengajar dan pendidik. Mereka memberi berbagai peraturan dan
tugas di kelas. Mereka melakukan tugas di kelas sesuai dengan peran mereka
sebagai pengajar. Namun di luar perannya tersebut, mereka berperilaku seperti
orang lain yang tidak memiliki peran sebagai pengajar. Layaknya seorang aktor
dan aktris, jika berada di depan panggung (front
stage), mereka harus memiliki kemampuan untuk menjadi orang lain atau
sebuah karakter yang berbeda. Sedangakan back
stage ini merupakan karakter asli dari diri mereka yang tidak bisa mereka
sembunyikan.
Perhatikan beberapa larik terakhir puisi berikut.
“Lalu
orang-orang palsu / meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan /
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar / dan dialog-dialog palsu menyambut
tibanya / demokrasi / demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring / dan
palsu.”
Dari kutipan di atas dijelaskan
bagaimana “Sajak Palsu” karya Agus R. Sarjono merupakan kerya yang berhasil.
Puisi tersebut mengangkat potret sosial. Dengan gaya penyajian seperti itu,
Agus seolah menertawakan kehidupan sosial kita yang serba palsu dan penuh
kepura-puraan. Mengingat potret sosial itu disajikan secara berseloroh, apa adanya,
maka refleksi evaluatifitas peristiwa itu tidak muncul sebagai keprihatikan
yang dapat merangsang emosi pembacanya.
....
SAJAK PALSU
Agus R.
Sarjono
Sajak Palsu
Selamat pagi pak,
selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan
palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari
buku-buku palsu.Di akhir sekolah
mereka terperangah
melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena
tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke
rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan
amplop berisi perhatian
dan rasa hormat
palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat
tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima
juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah
nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu
yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah
berlalu, merekapun lahir
sebagai
ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian
palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi
guru, ilmuwan
atau seniman palsu.
Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi
palsu sebagai panglima
palsu. Mereka
saksikan
ramainya perniagaan
palsu dengan ekspor
dan impor palsu
yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang
kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu
dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah
palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan
ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga
pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu
yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing
menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua
blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan
pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu.
Lalu orang-orang palsu
meneriakkan
kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan
palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog
palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu
yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu
0 comments:
Post a Comment
gunakan kata-kata yang baik, dan dilarang SPAM. terima kasih.. ^^