Kritik dan Esai Sastra - Cerpen Paket Mayat karya Shoim Anwar

Begitu banyak macam realitas kehidupan yang tertoreh dalam bentuk karya sastra. Ketika menemukan peristiwa yang memilukan, pengalaman yang menggelitik, kejadian nan unik atau eksentrik, dan hal-hal baru yang menggigit, pengarang mengeksplorasi semuanya itu dalam bentuk karya sastra.
Cerpen Paket Mayat merupakan hasil karya sastra yang mengabstraksikan realitas kehidupan masyarakat. Soim Anwar sebagai pengarang cerpen ini menggugah pembaca dengan menampilkan problema kehidupan seorang pria yang bernama Suparjan, berpredikat sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di Malaysia, akan tetapi karena keberangkatannya tanpa melalui prosedur yang benar, hanya berbekal Paspor atau bahkan Tanpa Paspor sama sekali  alias masuk ke negara lain secara gelap Suparjan termasuk TKI ilegal.
Menjadi TKI illegal besar sekali resikonya. Sejak masih di rumah, resiko itu sudah biasa terjadi. Apalagi di sepanjang perjalanan dan di negara tempatnya bekerja. Resiko-resiko yang biasa terjadi antara lain ditangkap, dianiaya, hingga dibunuh. Hal itu dapat tergambar dalam kutipan berikut.

Tahu-tahu Suparjan sudah berada di luar Negeri dan meneleponku.
Aku kaget
“Aku ditangkap Polisi,” katanya
“Di mana?”
“Kuantan.”
“Terus?”
“Minta tebusan. Kakak disuruh ke sini, nanti bisa dilepas.”
“Kamu ngomong kalau punya saudara di sini?”
“Ya.”
“Makanya........(Shoim Anwar, 2009: 150)”

            Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana besarnya resiko menjadi TKI ilegal, hanya berbekal tekad tanpa dilengkapi surat resmi ijin kerja dari dalam Negeri mereka akan menjadi sasaran empuk polisi di sana yang sedang beroperasi, terlebih Malaysia telah meningkatkan keamanannya di wilayah perairan akhir-akhir ini. Kita tahu bahwa administrasi menjadi TKI sangat rumit karena melibatkan dua negara, modal yang dibutuhkan juga tak sedikit. Disinilah para oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal ini.
Resiko lain yang akan dihadapi sebagai seorang TKI adalah penipuan, mulai dari administrasi, pekerjaan, hingga gaji bulanan. Seperti kutipan berikut.

“Proyek hanya memberinya makan. Pengawas kerja yang mempekejakannya menghilang saat gajian. Taute, sang pemilik proyek, selalu mengatakan bahwa dia sudah membayar uang para pekerja lewat bagian administrasi alias kerani. Sementara kerani mengatakan bahwa uang itu sudah diserahkan kepada pengawas kerja. Atau mereka memang bersekongkol? .......(Shoim Anwar, 2009: 152)”

            Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana nasib Suparjan menjadi korban penipuan oleh pemilik proyek ketika sudah menjadi TKI dan bekerja di Negera Malaysia. Suparjan yang setiap harinya bekerja sebagai kuli di sebuah poyek bangunan mendapat perlakuan tidak adil meskipun oleh sesama temannya sendiri yang berasal dari negara tempat tinggal mereka. Namun apa boleh buat demi mengharap uang dan sesuap nasi semua itu dikerjakaanya sepenuh hati.
Selain apa yang di dialami Suparjan masih banyak sekali kisah tragis para TKI ilegal yang sudah menjadi korban kekerasan dan ketidakadilan, beberapa dari mereka ada yang dipaksa bekerja kordi tanpa henti, dianiaya, ditelantarkan, diperkosa, hingga dibunuh. Seperti kutipan berikut.
“Hati-hatilah kalau kerja. Apalagi di Negeri orang.”
“jenazah para korban itu dimakamkan di mana?”
tanya Suparjan.
“Ada yang dibawa pulang. Ada juga yang di sini. Yang susah kan kalau korbannya pekerja liar. Tak ada yang ngurus.......(Shoim Anwar, 2009: 154)”

            Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana nasib TKI ilegal di luar Negeri yang selalu direndahkan, ditambah aturan hukum yang tinggi dan polisi yang dikenal beringas dengan biasa menelantarkan mereka bahkan tak segan-segan membunuh dengan cara kejam. Sementara di dalam Negeri sendiri pemerintah seakan-akan hanya ngedumel, pemerintah Indonesia dalam setiap penanganan kasus seperti ini hanya bisa protes, mengecam dan prihatin, setelah itu habislah perkara. Seperti yang sudah-sudah kasus itulah fakta.
            Profesi sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) atau sebutan bagi orang indonesia yang bekerja di luar Negeri bukanlah profesi yang didambakan setiap orang. Bahkan banyak yang memandang negatif kepada mereka. Tetapi dilihat dari jumlah TKI yang bekerja di luar negara saat ini jelas menunjukan bahwa profesi sebagai TKI masih sangat diminati sebagian rakyat indonesia yang berfikiran maju tetapi tidak mendapatkan kesempatan bekerja di negara sendiri.            Mendapatkan gaji besar, tuntutan ekonomi, impian membangun rumah sendiri, serta pendidikan tinggi menjadi alasan bagi sebagian orang menjadi TKI. Seperti tergambar dalam kutipan berikut.

                        “Dulu katanya istrimu melarang ke sini?”
                        “Gimana lagi? Di rumah nggak ada pekerjaan. Sawah sudah dijual.”
                        “Untuk apa?”
“Ya untuk sangu berangkat saya ke sini ini......(Shoim Anwar, 2009: 152)”

            Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana faktor ekonomi lah yang membuat Suparjan nekad pergi ke luar Negeri untuk menjadi TKI. Namun meskipun menjadi TKI bukan keinginan melainkan piliihan mereka, tetap saja para TKI seperti Suparjan menjadi aset dan omset yang besar bagi Negara ini, TKi memang tidak bisa dihentikan karena di Negara mereka sendiri belum tentu mereka bisa mendapatkan penghasilan dengan skill dan kemampuan yang pas-pasan itu, namun hendaknya, Indonesia membuka lowongan pekerjaan untuk mereka-mereka yang merasa terhimpit dalam perekonomian dan sedikit mengurangi resiko bagi mereka yang telah menjadi TKI.

0 comments:

Post a Comment

gunakan kata-kata yang baik, dan dilarang SPAM. terima kasih.. ^^