Sastra Indonesia Part.2 (Pujangga Baru, 1945, 1950-1960)

Angkatan Pujangga Baru

Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.

Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.

Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
  • Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
  • Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru 


Sutan Takdir Alisjahbana
  • Dian Tak Kunjung Padam (1932)
  • Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)
  • Layar Terkembang (1936)
  • Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)

Hamka
  • Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
  • Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939)
  • Tuan Direktur (1950)
  • Didalam Lembah Kehidoepan (1940)

Armijn Pane
  • Belenggu (1940)

Jiwa Berjiwa
  • Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
  • Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
  • Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
  • Habis Gelap Terbitlah Terang - Terjemahan Surat R.A. Kartini (1945)

Sanusi Pane
  • Pancaran Cinta (1926)
  • Puspa Mega (1927)
  • Madah Kelana (1931)
  • Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
  • Kertajaya (1932)

Tengku Amir Hamzah
  • Nyanyi Sunyi (1937)
  • Begawat Gita (1933)
  • Setanggi Timur (1939)
Roestam Effendi
  • Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan
  • Pertjikan Permenungan
Sariamin Ismail
  • Kalau Tak Untung (1933)
  • Pengaruh Keadaan (1937)
Anak Agung Pandji Tisna
  • Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
  • Sukreni Gadis Bali (1936)
  • I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
J.E.Tatengkeng
  • Rindoe Dendam (1934)
  • Fatimah Hasan Delais
  • Kehilangan Mestika (1935)
Said Daeng Muntu
  • Pembalasan
  • Karena Kerendahan Boedi (1941)
Karim Halim
  • Palawija (1944)

Angkatan 1945

Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.

Chairil Anwar
  • Kerikil Tajam (1949)
  • Deru Campur Debu (1949)
  • Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
  • Tiga Menguak Takdir (1950)
Idrus
  • Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
  • Aki (1949)
  • Perempuan dan Kebangsaan
Achdiat K. Mihardja
  • Atheis (1949)
Trisno Sumardjo
  • Katahati dan Perbuatan (1952)
Utuy Tatang Sontani
  • Suling (drama) (1948)
  • Tambera (1949)
  • Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
Suman Hs.
  • Kasih Ta' Terlarai (1961)
  • Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
  • Pertjobaan Setia (1940)

Angkatan 1960 - 1960-an

Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

Pramoedya Ananta Toer
  • Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
  • Bukan Pasar Malam (1951)
  • Di Tepi Kali Bekasi (1951)
  • Keluarga Gerilya (1951)
  • Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
  • Perburuan (1950)
  • Cerita dari Blora (1952)
  • Gadis Pantai (1965)
Nh. Dini
  • Dua Dunia (1950)
  • Hati jang Damai (1960)
Sitor Situmorang
  • Dalam Sadjak (1950)
  • Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
  • Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
  • Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
  • Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Mochtar Lubis
  • Tak Ada Esok (1950)
  • Jalan Tak Ada Ujung (1952)
  • Tanah Gersang (1964)
  • Si Djamal (1964)
Marius Ramis Dayoh
  • Putra Budiman (1951)
  • Pahlawan Minahasa (1957)
Ajip Rosidi
  • Tahun-tahun Kematian (1955)
  • Ditengah Keluarga (1956)
  • Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
  • Cari Muatan (1959)
  • Pertemuan Kembali (1961)
Ali Akbar Navis
  • Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
  • Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
  • Hujan Panas (1964)
  • Kemarau (1967)

0 comments:

Post a Comment

gunakan kata-kata yang baik, dan dilarang SPAM. terima kasih.. ^^